Jakarta, 10 Juni 2025 — Polemik soal hak royalti antara musisi senior Keenan Nasution dan penyanyi Vidi Aldiano terus menjadi perbincangan hangat di industri musik Tanah Air. Menanggapi isu tersebut, musisi Rayen Pono angkat suara dan menilai bahwa masalah ini terjadi akibat ketidakpahaman mengenai jenis hak kekayaan intelektual yang disengketakan.
Menurut Rayen, gugatan yang seharusnya dilayangkan berkaitan dengan mechanical rights — hak atas reproduksi karya dalam bentuk rekaman fisik atau digital — bukan performing rights yang berkaitan dengan pertunjukan langsung.
“Dari awal saya sudah lihat ada yang janggal. Bukti-bukti yang muncul itu lebih cocok untuk gugatan mechanical rights, bukan performing rights,” ujar Rayen saat ditemui awak media, Selasa (10/6/2025).
Rayen juga menegaskan bahwa Vidi Aldiano hanyalah korban dalam situasi ini. “Vidi itu korban. Om Keenan juga korban dari doktrin yang salah. Saya tahu mungkin bakal dibully karena ngomong begini, tapi saya harus bicara kebenaran,” tegasnya.
Lebih jauh, Rayen menyoroti peran kuasa hukum dalam kasus ini, yang menurutnya terafiliasi dengan salah satu asosiasi musik yang selama ini dinilai kerap memojokkan penyanyi terkait isu royalti. Ia menyebut bahwa selama ini ada kelompok yang mendoktrin bahwa penyanyi adalah pihak yang harus bertanggung jawab, padahal menurut undang-undang, kewajiban membayar royalti berada di tangan penyelenggara acara.
“Padahal undang-undang jelas kok, yang wajib bayar royalti itu penyelenggara acara, bukan penyanyi,” tandas Rayen.
Selain itu, Rayen juga menyoroti lemahnya tata kelola dan edukasi soal kewajiban pembayaran royalti di Indonesia. Menurutnya, beberapa pengguna besar seperti bioskop dan outlet hiburan masih abai terhadap kewajiban ini, yang berdampak pada sistem distribusi royalti secara keseluruhan.
“Kalau semua user taat bayar, duit royalti itu pasti besar. Dan masalah kayak begini enggak akan muncul. Yang harus kita tegur itu LMK-nya, bukan penyanyinya,” ujarnya.
Di sisi lain, Rayen menyebut bahwa persoalan ini sebenarnya lebih banyak melibatkan ayah Vidi, Harry Kiss, ketimbang Vidi sendiri. “Dari awal yang berurusan itu Mas Harry, bukan Vidi. Ini semua based on persahabatan lama. Kalau mau objektif, tanya juga ke Mas Harry,” ungkapnya.
Rayen pun berharap ke depan, seluruh pihak di industri musik bisa memahami perbedaan antara mechanical rights dan performing rights, serta menempatkan persoalan hukum di jalur yang tepat.
“Saya cuma mau luruskan supaya ini semua kembali ke jalur yang benar. Penyanyi tugasnya tampil, kewajiban bayar itu di penyelenggara dan LMK. Kalau ada celah hukum, ya itu tugas pembuat undang-undang buat membenahi,” tutup Rayen.
Artikel Terkait
Ustaz Derry Sulaiman Puji Nuansa Keraton Jawa dan Kehadiran Para Ulama Acara Ngunduh Mantu Alyssa
Imrul Hassan Resmi Tinggalkan Summer House Usai Satu Musim, Sampaikan Pesan Hangat untuk Penggemar
Arya Novanda Rilis Tribute to Freddie King & Eric Clapton, Suguhkan Nuansa Blues Otentik di Tengah Era Digital
MentariTV Fest Ceria 2025 Kembali Hadir, Siap Meriahkan Libur Sekolah dengan Tema “Animal Funland”