Presiden Prabowo Anugerahkan Gelar Pahlawan Nasional kepada 10 Tokoh Bangsa Telah dibuka Grace Cafe dan Resto di Jalan Kemang X Jakarta Selatan Toko Obat Mutiara Sakti, ITC Permata Hijau Jakarta Selatan

OTT Korupsi di Riau: KPK Tetapkan Gubernur Abdul Wahid dan Dua Pejabat Jadi Tersangka Pemerasan

- Rabu, 05/11/2025
 OTT Korupsi di Riau: KPK Tetapkan Gubernur  Abdul Wahid dan Dua Pejabat Jadi Tersangka Pemerasan
konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta ( Dok KPK )

Jakarta – 5 November 2025-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penetapan tiga tersangka, termasuk Gubernur Riau Abdul Wahid ( AW) dalam kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) berupa pemerasan di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau tahun anggaran 2025.

Selain Gubernur AW, KPK juga menetapkan MES (Kepala Dinas PUPR-PKPP Provinsi Riau) Muhammad Arief Setiawan dan Dani M. Nursalam selaku Tenaga Ahli Gubernur Riau sebagai tersangka. Ketiganya langsung ditahan untuk 20 hari pertama terhitung sejak Selasa, 4 November 2025.

Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menyampaikan keprihatinan atas kasus ini, mengingat ini adalah kali keempat Riau tersangkut kasus korupsi yang ditangani KPK, mengulang praktik serupa di tahun 2007, 2012, dan 2014.

"Praktik ini menunjukkan terjadinya dugaan tindak pidana korupsi yang masih terjadi dengan berbagai modus yang beragam," ujar  Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (4/11/2025) sore.

Konstruksi Perkara: "Jatah Preman" 5% dari Anggaran PUPR

Johanis Tanak menjelaskan, kasus ini berawal dari laporan masyarakat dan ditindaklanjuti dengan pengumpulan bahan keterangan di lapangan.

1. Kesepakatan Fee:

Pada Mei 2025, terjadi pertemuan antara Sekretaris Dinas PUPR-PKPP, FRY (yang kini berstatus saksi), dengan enam Kepala UPT wilayah di Dinas PUPR-PKPP Riau. Pertemuan ini membahas permintaan fee sebesar 2,5% untuk Gubernur AW atas penambahan anggaran UPT Jalan dan Jembatan dari semula Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar (kenaikan Rp106 miliar).

2. Kenaikan Permintaan dan Istilah Jatah Preman:

Kepala Dinas PUPR-PKPP, MES, yang merepresentasikan Gubernur AW, kemudian menaikkan permintaan fee menjadi 5% dari total penambahan anggaran, atau setara Rp7 miliar. Permintaan ini dikenal di kalangan Dinas PUPR-PKPP Riau dengan istilah "Jatah Preman". Bagi pejabat yang tidak menuruti, diancam dengan pencopotan atau mutasi jabatan.

3. Penyerahan Uang:

Penyerahan uang dari para Kepala UPT kepada AW melalui MES dan DAN, dilakukan dalam tiga kali setoran dari Juni hingga November 2025, dengan total mencapai Rp4,05 miliar dari kesepakatan Rp7 miliar.

 Juni 2025: Setoran pertama Rp1,6 miliar. Sejumlah Rp1 miliar mengalir ke AW melalui DAN, dan Rp600 juta kepada kerabat MES.

Agustus 2025: Terkumpul Rp1,2 miliar, didistribusikan untuk driver MES, proposal kegiatan, dan sisanya disimpan FRY.

November 2025: Terkumpul Rp1,2 miliar, dengan rincian Rp450 juta dialirkan ke AW melalui MES, dan Rp800 juta diduga diserahkan langsung kepada AW.

Kronologi OTT dan Barang Bukti

Kegiatan penangkapan dilakukan tim KPK pada Senin, 3 November 2025, saat terjadi penyerahan uang ketiga.

1. Tim KPK awalnya mengamankan MES (Kadis PUPR-PKPP), FRY (Sekretaris Dinas), dan lima Kepala UPT di Riau. Turut diamankan barang bukti uang tunai Rp800 juta.

2. Gubernur AW sempat diduga bersembunyi namun kemudian berhasil diamankan di salah satu kafe di Riau, bersama TM (orang kepercayaan Gubernur).

3. Di waktu yang paralel, tim KPK menggeledah rumah AW di Jakarta Selatan dan menyita sejumlah mata uang asing, yaitu 9.000 Poundsterling dan 3.000 US Dolar, yang jika dikonversi senilai Rp800 juta.

Total uang tunai dan mata uang asing yang diamankan dalam OTT ini mencapai Rp1,6 miliar.

Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa uang asing itu diduga terkait dengan rencana perjalanan AW ke luar negeri, termasuk ke Inggris.

Penerapan Pasal Pemerasan

KPK menerapkan Pasal 12 huruf e dan/atau Pasal 12 huruf f dan/atau Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Johanis Tanak menegaskan bahwa KPK menerapkan delik pemerasan karena inisiatif aktif permintaan uang berasal dari pejabat yang memiliki kewenangan (Gubernur AW) kepada bawahannya.

"Karena yang aktif adalah Gubernur meminta, berarti ini pemerasan bukannya nyuap. Kalau nyuap, orang yang tidak berkuasa memberikan sesuatu kepada penguasa agar penguasa ini dapat memenuhi permintaan," jelas Tanak.

Para Kepala UPT yang menyerahkan uang tersebut mengaku sangat tertekan dan ketakutan akan ancaman mutasi, bahkan ada yang meminjam uang dari bank, menggadaikan sertifikat, atau menggunakan uang pribadi, mengingat APBD Riau saat itu dalam kondisi defisit.

Langkah Selanjutnya: KPK akan terus mendalami kasus ini ke tahap penyidikan dan menelusuri kemungkinan adanya praktik serupa di dinas-dinas lain di Provinsi Riau.

Tags

Artikel Terkait

Terkini