Di tengah maraknya tayangan reality show bertema asmara, Love Island tetap punya tempat spesial di hati para penggemarnya. Meski premisnya terbilang absurd — sekumpulan pria dan wanita lajang dikumpulkan di sebuah vila tropis mewah, saling berpasangan, lalu bersaing demi uang dan cinta — nyatanya program ini terus bertahan dan diminati.
Dari Love Island UK, Australia, hingga Love Island USA yang kini memasuki musim ketujuh di Peacock, formula acara ini tak banyak berubah. Yang ditawarkan? Good vibes, kulit kecokelatan, drama asmara, dan uang tunai 100.000 dolar AS untuk pasangan favorit pilihan pemirsa di akhir musim — tanpa tekanan harus langsung bertunangan.
Salah satu kontestan musim ketujuh, Jeremiah Brown, mengungkapkan pengalaman emosionalnya selama berada di vila sebelum tersingkir pada 22 Juni lalu. “Banyak momen jatuh bangun, tapi perjalanannya ya tetap perjalanan,” katanya kepada E! News usai dieliminasi secara mengejutkan.
Ketika ditanya apakah ia bersedia mengikuti Love Island lagi, Jeremiah tak menutup kemungkinan. “Tergantung konsepnya, tapi mungkin saja. Karena kru dan semua orang di sini luar biasa,” ujarnya.
Meski kerap dianggap bonkers, Love Island justru sukses karena konsisten menjadi diri sendiri: tayangan hiburan ringan berbalut drama percintaan, tanpa perlu terlalu serius. Dan bagi para kontestan yang gagal membawa pulang hadiah, setidaknya mereka pulang dengan memori seru dan — mungkin — rencana reuni di dunia nyata.
Artikel Terkait
Menjelajah Bali yang Sesungguhnya: Kisah Perjalanan Camper Van dari Prancis ke Pulau Dewata
Bom Perang Dunia II Ditemukan di Nagoya, Jepang: 1.800 Warga Dievakuasi
Kecelakaan Pesawat di Southend Airport, Inggris: Api Besar dan Asap Hitam Membumbung
Liverpool Menang 3-1 di Laga Penuh Emosi, Kenang Diego dan Andre Silva