Jakarta, 19 Juni 2025 — Ketegangan antara Israel dan Iran kembali memuncak setelah serangan yang dilancarkan Israel ke beberapa fasilitas nuklir Iran dalam beberapa waktu terakhir. Pemerintah Israel mengklaim langkah ini sebagai tindakan pencegahan terhadap apa yang mereka sebut sebagai ancaman nyata produksi senjata nuklir oleh Iran.
Namun, pihak Teheran bersikeras bahwa program nuklirnya murni untuk keperluan sipil dan energi, bukan untuk persenjataan.
Dalam laporan analisis terbaru yang dirilis oleh tim BBC Verify, serangkaian pernyataan dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tentang ancaman nuklir Iran telah terdengar sejak bertahun-tahun lalu. Netanyahu berkali-kali menyebut Iran berada di ambang kemampuan untuk memproduksi senjata nuklir dalam waktu dekat, bahkan hanya dalam hitungan minggu atau bulan.
Israel disebut telah menargetkan dua fasilitas utama Iran yakni Natanz dan Isfahan, meski belum ada konfirmasi resmi terkait serangan ke fasilitas nuklir bawah tanah Fordo. Iran sendiri mengakui bahwa Natanz dan Fordo memang memproduksi uranium yang dapat diperkaya untuk pembangkit listrik maupun, secara teori, untuk senjata nuklir.
Meski begitu, hingga saat ini, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) belum menemukan bukti adanya program sistematis Iran untuk membangun senjata nuklir. Namun, IAEA tetap menyatakan keprihatinan atas meningkatnya stok uranium Iran yang diperkaya hingga level tinggi, di tengah minimnya kerja sama penuh dari pihak Teheran.
Di sisi lain, pernyataan dari otoritas intelijen Amerika Serikat pada Maret lalu juga menyebutkan bahwa mereka “tidak memiliki indikasi Iran sedang secara aktif membangun senjata nuklir.” Meski demikian, mantan Presiden Donald Trump kembali melontarkan klaim sepihak bahwa Iran hampir memiliki senjata nuklir, tanpa memberikan bukti konkret.
Situasi ini berakar dari perjanjian nuklir tahun 2015 antara Iran dan negara-negara Barat, yang mengatur pembatasan aktivitas nuklir Iran dengan imbalan pencabutan sanksi ekonomi. Namun, perjanjian ini berantakan usai AS di bawah pemerintahan Trump menarik diri pada 2018, menyebut kesepakatan tersebut sebagai “bencana.”
Sejak itu, Iran mulai meningkatkan aktivitas pengayaan uranium, memperbanyak jumlah sentrifugal, dan menumpuk stok uranium. Sementara itu, Israel — yang secara luas diyakini memiliki senjata nuklir meski tak pernah secara resmi mengakuinya — tidak pernah menandatangani Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT).
Kedua negara saling memandang sebagai ancaman eksistensial. Iran secara terbuka menolak keberadaan Israel sebagai negara, sementara Israel menentang keras rezim Teheran dan berkali-kali menyuarakan keinginan untuk perubahan rezim.Tapi
Menurut laporan BBC, klaim Israel soal ancaman “imminent” atau ancaman nyata dan langsung dari program nuklir Iran saat ini belum didukung bukti publik maupun penilaian para pakar internasional.
Artikel Terkait
Nirina Zubir Kembali Main Film Horor! “Panggilan dari Kubur” Siap Bikin Merinding Bioskop Tanah Air
Menjelajah Bali yang Sesungguhnya: Kisah Perjalanan Camper Van dari Prancis ke Pulau Dewata
Bom Perang Dunia II Ditemukan di Nagoya, Jepang: 1.800 Warga Dievakuasi
Kecelakaan Pesawat di Southend Airport, Inggris: Api Besar dan Asap Hitam Membumbung